SELAMAT DATANG dan JANGAN LUPA KOMENTARNYA :)
Home Profile Facebook Twitter Myspace You Tube Skype Tumblr
Kompas Tempo Detiknews Bali Post
Google Yahoo MSN
Blackberry Iphone Android
Blogger Photoshop
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Subscribe via email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Free File Hosting Service»

My Blog Feeds »

Recent Post

get this widget here

Bloggers.com

Aryanaarik - Find me on Bloggers.com

Blog Sahabat

Kamis, 22 November 2012

Cerpen Inspiratif ~ Kado Untuk Samuel

Cerita ini sudah lama dan mungkin kalian sudah membacanya...
Namun cerita ini benar-benar inspiratif dan mengharukan..
Langsung saja ya tanpa panjang lebar silahkan baca cerpen berikut ini  karya
Dewa Klasik Alexander
( @Dewa_Klasik )
:

Kado untuk Samuel

“Mengasihi artinya berbagi kebahagiaan dan berkorban demi kebahagiaan orang yang kita kasihi”
 “Aku menemukan sisi lain dari keindahan dunia ini saat mengenalmu dan ketika aku kehilangan dirimu, engkau menjadi inspirasi bagiku.”


Aku meneguk sisa es teh tawar yang masih tersisa di gelasku. Ketika aku masih menikmatinya ekor mataku menangkap sosok anak laki-laki yang memperhatikanku. Matanya menatapku. Sebuah tatapan yang menusuk ke dalam hatiku. Tatapan yang penuh iba. Aku meletakkan gelas yang hanya menyisakan es batu yang masih membeku.
“Bu, anak kecil yang duduk di pinggir jalan itu siapa ya?” tanyaku penasaran kepada pemilik warung sambil memandang anak laki-laki tersebut.
“Ow… Duh, kasihan tuh anak, bang!”
“Kasihan kenapa, bu?”
“Sudah seminggu bapanya meninggal gara-gara sakit. Ibunya sih meninggal pas melahirkan dia. Dia ngga punya keluarga lagi. Sekarang sih dia tidur di mana saja karena di usir dari kontrakan.”
“Begitu ya, bu!”
Selesai membayar es teh tawar yang aku pesan. Aku menghampiri anak laki-laki yang hanya mengenakan pakaian kumal tanpa alas kaki. Entah sudah berapa lama dia tidak mengganti pakaiannya.
Semakin aku mendekatinya semakin jelas kelihatan kalau tubuhnya tidak terurus. Dia terus menatapku sampai aku duduk di sampingnya.
“Nama kamu siapa dek?” tanyaku dengan nada bersahabat sambil mengukir sebuah senyuman.
“Aku lapar, kak!” ucapnya sambil memegang perutnya.
Aku mencoba mengingat uang yang masih tersisa di saku dan dompetku. Hanya ada selembar sepuluh ribuan dan dua koin lima ratus.
“Nanti kakak belikan kamu makanan. Tapi nama kamu siapa?” Sekali lagi aku menanyakan namanya.
“Benar kak? Serius? Kakak ngga bohongkan?”
“Iya. Ngapain bohong? Tapi nama kamu siapa?”
Aku melihat senyuman manisnya yang memancarkan barisan giginya yang tersusun rapi tapi berwarna kuning karena tidak pernah disikat.
“Namaku Samuel Lie. Dipanggilnya Samuel. Kalau kakak?”
“Dewantara, panggil saja kak Tara!”
Dia mengulurkan tangannya lalu kusambut. Sebuah jabatan salam perkenalan yang hangat. Terasa kalau tangannya penuh dengan debu ketika tanganku bersentuhan dengan tangan munggilnya. Kukunya yang panjang menyembunyikan daki berwarna hitam di setiap kuku jarinya.
“Yuk, kita makan.”
“Di mana kak?”
“Tuh ada warteg!” ucapku sambil menunjuk sebuah warteg.
Dengan langkah semangat Samuel memegang tanganku dan menuntunku ke warteg tersebut. Wajah murungnya berubah menjadi ceria.
Aku hanya memandangnya dengan mata yang hampir copot. Lahap sekali anak ini makan. Kurang dari lima menit, makanan yang aku pesan sudah tidak tersisa lagi. Sampai menjilat jarinya segala.
“Terima kasih ya, kak!” ucapnya dengan malu-malu.
“Sama-sama,” balasku terharu meski aku tahu jatah makan malamku sudah tidak ada lagi.
*****
Aku manatap Samuel yang tidur terlelap yang hanya beralaskan koran dan tumpukan baju di kosku yang hanya berukuran 2×1,5 meter. Masih terngiang pembicaraan antara aku dengan Samuel sebelum dia terlelap.
“Aku panggil kakak dengan sebutan Ko Dewa ya?”
Aku menatapnya dengan keheranan di antara terang yang dipancarkan lilin kecil. Anehkan? Kos yang aku tinggali hanya seratus ribu sebulan. Tanpa listrik dan tanpa kamar mandi. Jadi kalau mau mandi harus ke WC umum. Itu pun harus bayar. Suara kereta api yang lewat persis di depan kosku sudah menjadi musik tersendiri bagiku. Kata orang ada harga, ada mutu. Seperti itulah gambaran kos di pinggiran rel kereta api.
“Dulu aku punya koko.”
“Trus koko kamu di mana sekarang?”
Hening. Sunyi. Bisu.
“Koko… Koko meninggal karena sakit sama seperti papa. Namanya Ko Daniel.”
Kembali kesunyian mencekam.
“Ngga apa-apakan kalau aku manggil kakak dengan panggilan Ko Dewa?”
Aku berusaha untuk tersenyum, “panggil saja Ko Tara, ya?”
“Oklah kalau begitu.”
Aku tertawa dengan tingkah lakunya yang masih polos.
Karena lelah Samuel langsung tidur terlelap. Sementara aku berusaha menutup mataku diantara suara perutku yang berbunyi karena kelaparan.
*****

“Koko pengen punya toko sendiri,” celotehku ketika mengajaknya ke tempatku bekerja. “Ngga perlu besar, yang penting milik sendiri.”
“Kenapa ngga jadi koki saja?”
“Koki?”
“Iya. Bisa makan sepuasnya. Kita makan ya ko?”
“Kamu lapar?”
“Lapar setengah mati.”
“Tapi uang koko tinggal seribu rupiah. Cuma bisa beli gorengan.”
Samuel hanya menatapku.
“Kamu disini ya, koko beliin kamu gorengan dulu.”
“Iya ko.”
Aku berlari untuk membeli dua potong pisang goreng. Begitu kembali, mata Samuel berbinar-binar ketika menerima dua potong pisang goreng.
“Ini untuk aku dan ini untuk koko,” ucapnya sambil menyerahkan sepotong pisang goreng.
“Untuk kamu saja ya!”
“Ngga mau! Koko kan belum makan apa-apa dari semalam?”
Dengan berat hati aku memakannya juga.
Setelah itu aku langsung melakukan tugasku ketika tiba di toko. Membuka toko, lalu membersihkannya, melayani pembeli dan kemudian menutupnya. Gajinya sih cukup untuk bayar kos, makan, kebutuhan sehari-hari dan biaya transportasi. Tapi beruntung Ko Willy, si empunya toko berbaik hati mengizinkan aku memakai komputernya untuk jualan online. Aku menjual tas yang ada di toko Ko Willy di blogku yang kuberi MotivatorSuper.com . Keuntungannya memang sedikit. Tapi aku percaya, setia dalam hal yang kecil maka Tuhan akan mempercayakan hal yang lebih besar lagi.
“Nanti kalau ada yang beli tas sama koko, nanti koko traktir kamu di KFC.”
“Wow! Samuel doain semoga laku. AMIN”
Aku hanya tersenyum. Apa lagi melihat tubuhnya sudah bersih. Meski baju yang dikenakannya kebesaran.
Aku belum bisa membelikan Samuel baju sehinga mau ngga mau dia harus memakai pakaianku.
*****
“Kamu sikat gigi pakai garam ya?”
Samuel menatapku dengan kebingungan.
“Odolnya habis. Koko belum bisa beli.”
“Ow.”
“Begini caranya…” ucapku lalu mengambil garam dengan telunjuk tanganku dan menggosokkannya ke gigiku.
“Asin ko!”
Aku tersenyum meski hatiku perih.
“Yah iyalah masa manis.”
*****

“Badanmu panas,” keluhku bingung ketika tanpa sengaja menyentuh tubuhnya. “Kamu sakit ya?”
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut munggil Samuel yang merah. Dahinya berkerut dan bibirnya mendesah menahan sakit.
Sementara di luar kos, gerimis mulai turun.
Tubuh Samuel kedinginan. Tidak ada jaket atau selimut. Aku berusaha menghangatkan tubuhnya dengan menempelkan beberapa baju ke seluruh tubuhnya.
“Kita ke dokter ya?” usulku, meski aku sendiri tidak yakin mendapat pertolongan tanpa uang yang cukup. Orang miskin dilarang sakit! Kalau berobat harus pinjam sana-sini buat biaya berobat. Setelah sembuh kerja keras lagi buat bayar hutang.
Aku semakin bingung ketika Samuel tidak menjawab. Dia hanya mengerang dengan mata tertutup rapat.
Aku menggendong tubuh Samuel dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Entah kenapa aku takut kehilangan Samuel. Meski baru dua minggu mengenalnya. Rasanya seperti terjalin ikatan batin yang kuat diantara kami.
Sehari tanpa ocehan Samuel rasanya ada yang aneh. Pertanyaan-pertanyaan sering terlontar dari mulutnya hingga kadang aku kewalahan menjawabnya.
“Woi, mau ke mana loe?” sergah satpam rumah sakit ketika melihatku. “Enak saja main masuk!”
“Adik saya sakit, pak?”
Satpam tersebut memandangku dan Samuel berkali-kali. Mungkin dia bingung, aku yang pribumi memiliki adik yang keturunan Tionghoa.
“Bawa saja ke rumah sakit lain. Di sini bayarnya mahal. Ngga terima pasien kayak begini!”
Ya Tuhan? Apa rumah sakit ini hanya menerima pasien yang menaiki mobil mewah yang bisa di rawat di sini? Sementara orang miskin sepertiku tidak diterima?
Ketika satpam tersebut mengarahkan mobil mewah untuk mendapatkan parkir aku langsung menerobos masuk. Aku tetap nekat untuk masuk. Apa pun akan aku lakukan untuk Samuel. Satpam tersebut hanya pasrah dengan sikapku. Aku tidak menghiraukan tatapan orang yang melihatku basah kuyup tanpa alas kaki. Sandal nyang kupakai tadi putus. Mungkin sudah waktunya untuk diganti.
Aku tidak menghiraukan tatapan orang yang memandangku. Dinginnya AC menusuk hingga tulang sum-sumku.
*****
12915652261633796255
Empat hari kemudian.
“Hemofilia?” tanyaku kaget.
“Penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui kromosn X,” ucap dokter muda yang cantik perawakannya memberiku penjelasan.
Aku menggagumi kecantikannya.
“Tapi selama ini tidak ada keanehan yang saya temui, seperti pendarahan yang terus menerus atau terjadi benturan pada tubuhnya yang mengakibatkan kebiru-biruan. Kalau boleh tahu, Samuel mengidap hemofilia A atau Hemofilia B, dok?”
“Begitu ya? Hemofilia B.”
Aku terdiam.
“Tidak hanya itu, hasil pemeriksaan menyatakan kalau dia juga positif HIV.”
Aku berdiri seperti patung. Samuel yang masih berumur enam tahun mengidap HIV? Ayah atau ibunyakah yang menularkan? Atau karena dia pernah menjalani transfusi darah dan ternyata Human Immunodeficiency Virus lolos dalam transfusi darah yang dijalanninya.
Kini aku tahu, kenapa tidak ada satu pun keluarganya yang mau menampungnya yang sebatang kara. Mungkin ayahnya meninggal karena HIV juga. Entahlah.
Aku menatap wajah pucat Samuel yang terbaring lemah dengan infus yang terpasang ditubuhnya. Selama Samuel di rawat tidak ada satu pun kata keluh kesah yang keluar dari mulutnya.
Masih jelas tergambar di memoriku pembicaraan kami berdua ketika mengajaknya makan di KFC di salah satu mal di bilangan Jakarta Barat.
“Samuel pengen kado natal!” Ungkap Samuel tiba-tiba begitu melihat nuansa natal yang menghiasi setiap penjuru mal.
“Mau kado apa?”
“Cuma pengen boneka Tazmania.”
“Nanti koko belikan kalau koko sudah punya duit. Beberapa harri ini belum ada tas yang laku. Nanti koko belikan boneka Tazmania yang gede.”
“Yang kecil juga ngga apa-apa kok.”
“Tapi jangan lupa berdoa ya.”
“So, pasti!”
Malamnya sebelum beranjak tidur, kembali dia mengutarakan keinginannya.
“Koko pasti belikan buat kamu. Berharap sebelum natal banyak tas yang laku.”
“Amin!” teriaknya memecah kesunyian malam.
Hatiku miris, seharian aku dan Samuel hanya minum air kran. Tidak ada duit yang tersisa.
“Maafkan koko, Samuel,” bisikku dalam hati sambil mengusap kepalanya.
Menit berikutnya.
Dia mengajakku berdoa. Biasanya aku yang mengajaknya.
“Tuhan… Berkati Ko Tara ya. Berkati pekerjaannya dan usaha on…”
“Online.” timpalku yang mengetahuinya kesulitan menyebut kata tersebut.
“Usaha onlinenya. Berkati juga bloknya.”
Aku tersenyum ketika dia menyebut kata blog dengak pemakaian huruf K dibelakangnya.
“Nama blognya apa ko?”
MotivatorSuper.com,” ucapku dengan perlahan-lahan.”
“Berkati MotivatorSuper dot kom ya Tuhan. Biar banyak orang yang diberkati.”
Aku terharu. Aku meneteskan air mataku.
*****
“Ko, aku mau pulang saja!”
“Kenapa sayang? Di sinikan enak? Ngga kayak di kos koko.”
“Tapi aku kasihan koko harus berhutang untuk bayar semuanya.”
Diam. Sesak.
“Kamu jangan pikirkan itu ya, sayang. Tuhan pasti cukupkan semuanya.”
Tidak ada pilihan selain meminjam uang dengan Ko Willy dengan jaminan gajiku di potong setengah dari seharusnya aku terima setiap bulan.
Sebatang kara seperti ini tidak bisa berharap pertolongan kepada keluarga. Ah, betapa indahnya kalau masih memiliki keluarga. Teman? Ini Jakarta. Uang ngga jatuh dari pohon kayak daun kering. Siapa yang mau memberikan pinjaman kepadaku tanpa jaminan apa-apa yang bisa disita kalau tidak mampu melunasi hutang yang ada? Memberikan pinjaman ke keluarga sendiri saja masih pakai hitung-hitungan. Kalau mau nyumbang harus di ekspos. Berharap kepada manusia memang sering mengecewakan.
“Kamu harus di rawat di sini supaya cepat sembuh.”
“Ko…. Maafkan aku.”
“Kenapa harus minta maaf?”
“Aku sudah merepotkan koko.”
Aku menggenggam tangannya. “Kamu tidak merepotkan kok. Percayalah! Koko malah senang bisa berkorban buat kamu.”
******


1291565305740409917
Segala macam usaha telah di coba oleh tim dokter yang menangani Samuel. Sudah dua minggu terakhir ini berbagai obat pun silih berganti dimasukkan ke dalam tubuhnya.
Setiap hari berjam-jam aku menemaninya setelah pulang dari jaga toko. Mengobrol, bergurau atau kadang-kadang berdongeng untuknya.
“Ko, apa artinya meninggal dunia?”
Pertanyaan yang menghentakkan diriku yang lelah dan lapar. HIV sudah memorak-porandakan seluruh sistem pertahanan tubuh Samuel. Infeksi yang tidak terlalu berat pun dapat menimbulkan penyakit yang fatal.
“Artinya, kamu akan suatu tempat yang jauh. Tempat di mana kamu berasal.”
“Perginya sendirian?” tanyanya lemah.
Mataku berkaca-kaca. Namun aku mencoba untuk menahan agar air mata itu tidak jatuh.
“Sendirian. Tapi kamu jangan takut.”
“Kalau aku meninggal dunia, siapa yang akan menemani koko?”
Akhirnya air mataku juga jatuh. Diantara penderitaannya dia masih memikirkanku.
“Aku tahu, koko sering ngga makan biar aku kenyang. Koko sering jalan kaki pulang pergi ke toko biar bisa belikan aku sesuatu setiap hari. Nanti di sana, siapa yang motongin kuku Samuel?” ucapnya sambil meneteskan air matanya.
Aku memeluknya.
“Kamu ngga usah mikirin koko ya, sayang!  Tuhan pasti menjaga koko.”
“Nanti kalau aku sudah besar dan punya uang yang banyak. Aku mau belikan koko sebuah toko. Biar koko ngga usah kerja lagi. Trus belikan koko rumah dan mobil, biar kalau hujan bisa tetap tidur enak dan tidak perlu lagi jalan kaki.”
Mulutku tertutup rapat. Bungkam. Tak ada kata yang bisa melewati kerongkonganku. Di tengah rasa sakitnya, dia masih menyimpan sebuah impian. Bukan keluh kesah karena sakit yang di deranya.
******

Aku membawa sebuah boneka Tazmania kecil untuk Samuel. Samuel yang terbaring lemah memaksakan senyumannya.
“Ko…”
“Kenapa sayang?”
“Besok aku tidak bisa ikut koko natalan di gereja.”
“Ngga apa-apa.”
“Kamu suka ngga bonekanya?”
“Terima… kasih… ya, ko! Bonekanya bagus banget.”
“Maafkan koko ya. Koko ngga bisa belikan kamu boneka yang gede.”
“Ko, aku mau… kasih koko… kado.”
Aku tercengang!
“Aku cuma… bisa kasih lagu buat koko…”
Aku mendekatkan kupingku di wajah Samuel. Suaranya semakin pelan.
“Ku yakin saat Kau berfirman
Ku menang saat Kau bertindak
Hidupku hanya ditentukan oleh perkataanMu
Ku aman karna Kau menjaga
Ku kuat karna Kau menopang
Hidupku hanya ditentukan oleh kuasaMu
Bagi Tuhan tak ada yang mustahil
Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin
MujizatNya disediakan bagiku
Ku diangkat dan dipulihkanNya”
Air mataku terus jatuh ketika dengan susah payah dia menyelesaikan lagu tersebut. Meski sudah tidak ada lagi harapan Samuel tetap percaya mujizat itu ada.
“Selamat natal ya ko,” ucapnya dengan sangat pelan.
“Selamat natal juga sayang.”
“Ko…”
“Iya, sayang!”
“Koko bisa nyanyikan aku sebuah lagu…”
Tanpa berpikir panjang aku memenuhi permintaan Samuel. Lagu kegemarannya…
Dalam segala perkara
Tuhan punya rencana
Yang lebih besar dari
Semua yang terpikirkan
Apapun yang Kau perbuat
Tak ada maksud jahat
Sebab itu kulakukan
Semua dengan-Mu Tuhan
Reff:
Ku tak akan menyerah pada apapun juga
Sebelum ku coba, semua yang ku bisa
Tetapi kuberserah kepada kehendak-Mu
Hatiku percaya Tuhan punya rencana.
Tangan kanan Samuel mendekap boneka Tazmanianya sementara tangan kirinya menggengam tanganku.
Genggamannya makin lama makin lembut hingga tak ada lagi nadinya yang berdetak.
“Surga menantimu, pahlawan kecilku,” bisikku dikupingnya yang dingin.


*****
TAMAT

Sumber : http://muda.kompasiana.com/2010/12/06/kado-untuk-samuel/
Baca Selengkapnya... »»  

Novel Empat Musim ~ Ilana Tan


Ilana Tan adalah seorang penulis dari 4 novel yang masing-masing disajikan dengan cerita yang menarik dengan latar cerita yang berbeda-beda dan sangat menarik. Novel Ilana Tan memiliki keunikan, yaitu tokoh-tokoh dari novel yang satu dengan novel yang lainnya saling berkaitan.

Novel pertamanya berjudul “Summer in Seoul”, novel keduanya berjudul “Autumn in Paris”, novel ketiganya berjudul “Winter in Tokyo” dan novel keempatnya berjudul “Spring in London”. Masing-masing novel diceritakan di kota-kota besar di dunia; Seoul (Korea Selatan), Paris (Prancis), Tokyo (Jepang), dan London (Inggris).Dan masing-masing novel diceritakan di musim yang berbeda; Summer (musim panas), Autumn (musim gugur), Winter (musim dingin), dan Spring (musim semi).

Banyak manfaat yang dapat kita petik dari novel ini.
Konflik yang di hadirkan sangat menyentuh..
Dari keempat novel ini manakah yang sangat kalian sukai ?? :)

1. Spring In London

Sinopsis

Gadis itu tidak menyukainya. Kenapa?

Astaga, ia---Danny Jo---adalah orang yang baik. Sungguh! Ia selalu bersikap ramah, sopan dan menyenangkan. Lalu kenapa Naomi Ishida menjauhinya seperti wabah penyakit? Bagaimana mereka bisa bekerja sama dalam pembuatan video musik ini kalau gadis itu mengacuhkannya setiap saat? Kesalahan apa yang sudah dia lakukan?

Bagaimanapun juga Danny bukan orang yang gampang menyerah. Ia akan mencoba mendekati Naomi untuk mencari tahu alasan gadis itu memusuhinya.

Tetapi ada dua hal yang tidak diperhitungkan Danny. Yang pertama adalah kemungkinan ia akan jatuh cinta pada Naomi Ishida yang dingin, misterius, dan penuh rahasia itu. Dan yang kedua adalah kemungkinan ia akan menguak rahasia gelap yang bisa menghancurkan mereka berdua dan orang-orang yang mereka sayangi.

Download versi ebook :


2. Summer In Seoul


Sinopsis


Tetangga baruku, Nishimura Kazuto, datang ke Tokyo untuk mencari suasana baru. Itulah katanya, tapi menurutku alasannya lebih dari itu. Dia orang yang baik, menyenangkan, dan bisa diandalkan. Perlahan-lahan---mungkin sejak malam Natal itu---aku mulai memandangnya dengan cara yang berbeda. Dan sejak itu pula rasanya sulit membayangkan hidup tanpa dia.
---Keiko tentang Kazuto

Sejak awal aku sudah merasa ada sesuatu yang menari dari Ishida Keiko. Segalanya terasa menyenangkan bila dia ada. Segalanya terasa baik bila dia ada. Saat ini di dalam hatinya masih ada seseorang yang ditunggunya. Cinta pertamanya. Kuharap dia bisa berhenti memikirkan orang itu dan mulai melihatku. Karena hidup tanpa dirinya sama sekali bukan hidup.
---Kazuto tentang Keiko

Mereka pertama kali bertemu di awal musim dingin di Tokyo. Selama sebulan bersama, perasaan baru pun mulai terbentuk. Lalu segalanya berubah ketika suatu hari salah seorang dari mereka terbangun dan sama sekali tidak mengingat semua yang terjadi selama sebulan terakhir, termasuk orang yang tadinya sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya...

Download versi ebook :


3. Autumn In Paris

Sinopsis


Tara Dupont menyukai Paris dan musim gugur. Ia mengira sudah memiliki segalanya dalam hidup... sampai ia bertemu Tatsuya Fujisawa yang susah ditebak dan selalu membangkitkan rasa penasarannya sejak awal.

Tatsuya Fujisawa benci Paris dan musim gugur. Ia datang ke Paris untuk mencari orang yang menghancurkan hidupnya. Namun ia tidak menduga akan terpesona pada Tara Dupont, gadis yang cerewet tapi bisa menenangkan jiwa dan pikirannya... juga mengubah dunianya.

Tara maupun Tatsuya sama sekali tidak menyadari benang yang menghubungkan mereka dengan masa lalu, adanya rahasia yang menghancurkan segala harapan, perasaan, dan keyakinan. Ketika kebenaran terungkap, tersingkap pula arti putus asa... arti tak berdaya... Kenyataan juga begitu menyakitkan hingga mendorong salah satu dari mereka ingin mengakhiri hidup....

Download versi ebook :


4. Winter In Tokyo

Sinopsis


Tetangga baruku, Nishimura Kazuto, datang ke Tokyo untuk mencari suasana baru. Itulah katanya, tapi menurutku alasannya lebih dari itu. Dia orang yang baik, menyenangkan, dan bisa diandalkan. Perlahan-lahan---mungkin sejak malam Natal itu---aku mulai memandangnya dengan cara yang berbeda. Dan sejak itu pula rasanya sulit membayangkan hidup tanpa dia.
---Keiko tentang Kazuto

Sejak awal aku sudah merasa ada sesuatu yang menari dari Ishida Keiko. Segalanya terasa menyenangkan bila dia ada. Segalanya terasa baik bila dia ada. Saat ini di dalam hatinya masih ada seseorang yang ditunggunya. Cinta pertamanya. Kuharap dia bisa berhenti memikirkan orang itu dan mulai melihatku. Karena hidup tanpa dirinya sama sekali bukan hidup.
---Kazuto tentang Keiko

Mereka pertama kali bertemu di awal musim dingin di Tokyo. Selama sebulan bersama, perasaan baru pun mulai terbentuk. Lalu segalanya berubah ketika suatu hari salah seorang dari mereka terbangun dan sama sekali tidak mengingat semua yang terjadi selama sebulan terakhir, termasuk orang yang tadinya sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya...

Download versi ebook :


Silahkan langsung download..
Mantengin laptop beberapa jam memang membuat mata perih namun kalian tidak akan kecewa dengan ebook yang kalian baca ini ... Hahaha...








Baca Selengkapnya... »»  

Rabu, 21 November 2012

Perahu Kertas

Mungkin yang ada di pikiran kalian begitu mendengar novel ini adalah bacaan untuk anak-anak.
Bagaimana tidak perahu kertas biasanya di buat oleh anak-anak saat hujan tiba.
Namun cerita dalam novel ini sangat dewasa.
Bagaimana pejuangan hidup, cinta, dan sebuah pengorbanan besar seseorang untuk menggapai cita-citanya.
Dan yang lebih membuat saya lebih tertarik novel ini mengangkat kehidupan pelaku seni di Bali.
Tokoh Luh De yang begitu polos sangat menggambarkan orang Bali kebanyakan.
Rela mengorbankan cinta pertamanya yang dia tahu cintanya tak pernah untuknya.

SINOPSIS :
Kugy mahluk kecil, mungil, dan berantakan. Dari Benaknya mengalir untaian dongeng indah.
Keenan. Cerdas, artistik, dan penuh kejutan. Dari tangannya tercipta lukisan-lukisan magis.
Pertemuannya di Bandung dan kebersamaannya dalam setiap kesempatan membuat Kugy jatuh hati kepada Keenan. Tanpa di sadari, Keenan pun jatuh cinta kepada Kugy. Namun rasa cintanya membuat dirinya memasuki kehidupannya yang rumit. Karena pasalnya Kugy sendiri memiliki seorang pacar. Dan keadaan tambah rumit begitu Keenan pun di jomblangi teman-temannya untuk berpasangan dengan Wanda. Keharidan Keenan akan membuat sakit hati Kugy dengan kedekatanya dengan Wanda, namun ketidakhadirannya akan membuatnya merasa kesepian. Kugy di hadapkan masalah yang sangat rumit.
Di satu sisi Keenan yang merasa kehadiran Kugy menjadi inspirasinya mendapatkan Kugy terus menghindari dirinya, ditambah lagi dia pergi ke Bali atas kekecewaanya terhadap dirinya sendiri. Namun lagi-lagi Keenan dipertemukan dengan seorang gadis Bali yang begitu polos.
Keenan benar-benar dalam hamparan rintangan.
jarak sudah memisahkan mereka. walau cinta milik mereka, tapi mereka tak memiliki kesempatan.
Kini Akankah dongeng dan lukisan bersatu?
Akankah hati dan impian mereka bertemu?

Saya tak menyangka Dewi Lestari mampu menyajikan karya semewah ini, walaupun novel sebelumnya sempat menuai konflik dan protes dari seorang yang mengaku aktivis Bali Dee mampu untuk menampilkan sisi Bali yang memang ia kenal dengan nyata

Langsung saja bagi yang mau membaca versi ebook :


Baca Selengkapnya... »»  

Jumat, 16 November 2012

Cerpen Remaja :: PELANGI SETELAH MENDUNG



Merenung dan menatap pohon besar yang tepat berada di depan jendelanya adalah aktivitas keseharian Agnes setelah pulang sekolah. Agnes adalah anak gadis blasteran Bali-Jepang yang memiliki wajah imut, berkulit putih, memiliki mata coklat yang sangat hangat dan senyum yang ramah. Dua tahun sudah sejak kematian kedua orang tuanya ia berubah menjadi anak yang pendiam, kaku, dan dingin terhadap semua orang kecuali Andreano Rengga Putra yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Ia selalu berusaha bersikap riang di hadapan kakaknya.
Matahari sudah menampakan dirinya, terdengar suara teriakan yang membangunkan Agnes “Agnes cepat bangun !! hari sudah siang kau akan terlambat ke sekolah…”suara teriakan Andre hamper melubangi gendang telinga Agnes.
“Ya, aku sudah bangun!!”sahut Agnes dengan lesu dan matanya agak menghitam karena tak tidur semalaman.

Saat keluar dari kamar aroma nasi goreng menariknya menuju meja makan. Kakaknya adalah kakak yang baik, dia bekerja sebagai Head Chef di sebuah restoran terkenal. “Sungguh gadis pemalas, mana ada pria yang mau mendekatimu jika kau malas begini?”Kata Andre sambil menyunggingkan bibirnya. “Aku tak perduli!” jawab Agnes ketus..

“Hei sekarang ada PR ga ?” Tanya seorang gadis yang tiba-tiba memegang bahu Agnes dan membuatnya terperanjat. “Kau mengagetkanku saja Tar”Agnes menjawab dengan kesal

“hehe… sorry sorry,, lagian lo kebiasaan jalan sambil melamun seperti itu, kesambet baru tau rasa”balas Tari sambil meledek. Tari adalah teman Agnes dari SD. Tari adalah gadis Jakarta yang memiliki tubuh tinggi semampai, wajah yang cantik, dan berkulit putih, dia juga sering menjadi model freelance. Dia merasakan bagaimana perubahan Agnes sejak kejadian itu, dia juga menjadi teman menangis Agnes saat ia mengingat orang tuanya.

“Tuh kan ngelamun lagi, ngelamunin apa sih ? cowok yaaa ? haha…”ledek Tari seakan ingin menghibur temannya itu. “Apa sihh…? Lagi ga enak badan tau kemarin ga tidur semalaman karena gw sempat mimpiin Ayah dan Ibu..” Ratap Agnes sedih.

Denting bel pun berbunyi, suasana ramai anak SMA begitu terlihat di sini. Begitu juga Agnes dan Tari yang bergegas memasuki ruangan.

“Hari yang menyebalkan” keluh Tari. “Dasar guru killer, dikira kaki gw ga capek apa berdiri satu jam pelajaran” imbuhnya dengan kesal.

“Lo juga suh siapa suruh ga buat PR udah tau tu guru galak mampus”balas Agnes dengan datar.
Suasana hening sejenak hanya terdengan obrolan anak SMA lain yang sedang ngerumpi di kafe tersebut. Café Teduh adalah café favorit Agnes dan Tari karena sesuai namanya café ini memang membuat teduh hati pengunjungnya.

“Udahlah jangan di bahas.. ga kerasa dua bulan lagi kita sudah ujian ya?” elak Tari mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Iya cepet banget, sebentar lagi kita udah harus kuliah… Semoga masa kuliah itu lebih indah” Harap Agnes menambahkan.

“Adit mana sih..?”celetuk Tari kesal. Adit adalah teman satu permainan Agnes dan Tari, dia mempunya rambut yang ikal, walaupun agak pendek dia mempunya tubuh yang atletis, mereka berteman sejak SMP walaupun sekarang berbeda sekolah mereka tetap akrab.

“Hai girls…” Sapa suara laki-laki yang sudah dikenal dua gadis tersebut.

“Lama banget sih lo..? kering tau nunggunya.” Tari mendengus kesal. Agnes hanya tersenyum melihat kekesalan Tari.

“Sorry tadi gw ada urusan mendadak sebentar, tapi udah selesai kok” kata Adit sambil tersenyum lebar tanpa rasa bersalah.

“Emang urusan apa sih?..” Tanya Tari penasaran

“Ada dehh…. Mau tau aja lo urusan orang” Ledek Adit sambil melihat ke segala arah mencari pelayan. Saat sudah di lihatnya dia menaikan tangan member isyarat agar pelayan tersebut mendekat ke mejanya. Sekilas Agnes menoleh pelayan itu dan pandangannya kembali masuk ke dalam buku yang ia baca

“Mochacino satu ya mas ? kalian mau pesen lagi gak ?” Tanya Adit

“Gw mau dah waffle coklat sama lemon tea satu ya mas, Lo mau ga Nes? Tanya Tari. Agnes hanya menggeleng yang berarti ia memberi isyarat “TIDAK”

Sesaat kemudian pelayan itupun pergi. Obrolan merekapun mulai ngelantur, hingga sore hari tiba dan memisahkan mereka.


Pagi yang cerah menyambut para mahasiswa baru untuk menjalani OSPEK pertama mereka, Agnes terpisah dari teman-temannya. Agnes yang kuliah di Bali dan tinggal bersama neneknya sedangkan Adit harus pindah ke Singapura karena urusan bisnis ayahnya dan meneruskan kuliah di sana, sementara Tari menetap di Jakarta mulai menjauhkan hubungan di antara mereka bertiga.
Dengan tergesa-gesa seorang gadis berkepang lima dan membawa embel-embel MOS di badannya berlari dan terengah-engah, tepat pada saat itu berjalan seorang laki-laki yang memakai jas almamater dan sedang melihat handphone tanpa melihat ke depan. Tak diduga gadis yang berlari tadi sudah menabrak laki-laki tersebut.

“Eh… maaf maaf saya lagi buru-buru” Kata gadis tersebut dengan perasaan takut.

“Kalo jalan liat-liat dong” Balas laki-laki itu jengkel yang masih menunduk membelakangi gadis itu dan mengumpulkan bagian handphonenya yang berserakan dan terlempar cukup jauh.

“Loh.. bukannya kamu yang jalan sambil ngeliat HP terus ?” Kata gadis itu sambil mendengus, 
 “Udah ya saya pergi dulu.. udah terlambat nii”

Tepat pada saat itu laki-laki itu pun berdiri, perasaan shock mengahadapi gadis itu. Dia merasakan ketakutan dan kebencian yang teramat sangat berkecamuk di dalam hatinya. Yang dia tau saat ini adalah dia sangat membenci laki-laki itu.

“Sudah pergi sana..!!” Laki-laki itu bersuara dan nyelonong pergi

Dengan perasaan kesal Agnes malalui hari-hari OSPEK-nya, apalagi ternyata setelah ia tau ternyata laki-laki yang di tabraknya itu adalah BEM yang langsung menggojloknya. Selama seminggu ini dia selalu berusaha menjauh dari senior yang sering mengerjainya itu. Kitika suatu saat agnes bertemu dengan laki-laki itu di koridor kampus.

“Mau makan siang.?” Terdengar suara sok akrab yang menghampiri Agnes dan ia pasti tau siapa orangnya karena selama seminggu suara ini selalu menghiasi hari-hari OSPEKnya yang menyebalkan.

Hening sejenak. “gimana mau ga ?” Tanya laki-laki itu memecahkan suasana. Laki-laki ini bernama Wiswa, bertubuh tinggi, kurus,putih dan memiliki wajah yang tampan, banyak anak baru yang akan terpesona kalo melihatnya.

“Ngapain kakak ngajak aku makan siang? Bukannya selama ini kakak selalu membenci dan mengerjai aku ? “ Tanya Agnes berusaha bersikap sopan terhadap seniornya

“Ohh ayolah Nes, ngapain aku membencimu ? ga ada alasan bagiku untuk membenci wanita secantik kamu, lagipula waktu itu aku hanya bercanda” senyum lebar mengiasi wajah Wiswa. Tanpa diduga wajah Agnes merasa memerah. Apakah aku senang mendengar pujiannya? Agnes bertanya dalam hati.

“Okee baiklah.. aku mau” Kata Agnes mencoba bersikap ramah.

Café tersebut agak rame saat makan siang, selama beberapa menit mereka hanya memandang makanan mereka masing-masing.

“Kamu masih marah padaku?” Tanya Wiswa mulai mencairkan suasana.

“Tidak.. Aku tidak marah, aku hanya sedikit kesal karena kakak selalu mengerjaiku..” Balas Agnes sedih.

“Hey aku hanya menunjukan profesionalitasku didepan anak baru..”kata Wiswa sambil memegang kerah bajunya. “Dan akhir-akhir ini kau selalu menjauhiku..” tampangnya berubah muram.

“Buat apa aku berbaik hati dengan orang yang selalu mengerjaiku..” terdengar agak ketus memang, 
tapi Agnes memang tak mau berurusan dengan orang ini sepanjang hidupnya.

“hmm, kau anak tunggal?” Tanya wiswa.

 “Ga aku dua bersaudara dan kakak laki-lakiku tinggal di Jakarta” sahut Agnes sambil menyesap lemon tea-nya

“ Lalu orang tuamu bagaimana? Apakah mereka juga tinggal di Jakarta?” Tanya Wiswa tanpa memperhatikan raut wajah Agnes yang mulai berubah. Agnes merasa pertanyaan itu menghujam jantungnya, dia merasa sulit bernafas dan wajahnya pucat.

“Mereka sudah meninggal..” Agnes berkata pasrah

“Ohh… maafkan aku, aku tidak tau” Wiswa menjawab pelan dan terdengar dia juga merasakan penderitaan Agnes. Tidak tau ? bagaimana mungkin dia bisa melupakannya? Apakah kematian mereka begitu tidak berarti baginya? Atau memang bukan dia pembawa motor itu?. Tanpa diduga kata terakhir itu keluar begitu saja dari mulutnya, walaupun agak pelan Wiswa cukup mendengarnya.

“Pembawa motor siapa?” Tanya Wiswa heran

“ohh bukan apa-apa…” Dengan kaget dia menjawab seadanya


Keringat dingin mengucur di dahinya, mimpi buruk itu kembali menghantuinya. Motor merh dengan kecepatan tinggi yang menyebrang mendadak dan membuat sebuah mobil tersebut harus banting stir dan menabrak pohon besar, kemudian semua berubah menjadi gelap.

“Hai.. ngelamunin apa sih? Wajah kamu juga terlihat pucat, kamu sakit?” Diah bertanya dengan wajah cemas. Diah adalah teman Agnes saat pertama masuk kuliah, seperti gadis bali kebanyakan dia kelihatan manis dengan kulit sawo matang, rambut hitam, dan memiliki lesung pipit.

“aku ngga papa kok, santĂ© aja. Eh aku pergi dulu ya lagi ada urusan..” sahut Agnes yang mulai memaksakan senyumnya.

Dua bulan berlalu hubungan mereka semakin dekat. Wiswa sering menelpon dan menanyakan apakah dia sudah makan lalu mereka mengobrol sampe larut malam. Agnes selalu merasa senang menerima telpon dari Wiswa, dia selalu tersenyum jika para gadis penggosip selalu menyebut nama Wiswa. Perasaan macam apa ini? “TIDAK” aku tak boleh lagi berhubungan dengannya. Bayangan kelam itu selalu berteriak di hati Agnes.

Dia hanya memandangi laut dari atas Bukit Jimbaran, entah kenapa sejak pindah ke Bali dan kehilangan pohon besarnya di Jakarta, Laut adalah teman yang begitu dekat dengannya. Dia merasa ombak laut di Bali yang besar menghancurkan kekerasan hatinya.

“Ngapain bengong disini ?” suara laki-laki itu mengagetkan agnes dan ia tersentak berdiri. Dia menoleh melihat senyum ramah Wiswa.

“Aku hanya ingin memandangi laut karena kurasa hanya dia yang mengerti kekisruhan hatiku” Sahut Agnes lirih.

“Kamu sedang ada masalah?? Ceritakan padaku, tenang saja aku adalah pendengar yang baik” senyum tulis menghiasi bibir Wiswa yang membuat kehangatan menyelubungi tubuh Agnes. 

“Apakah ada yang mengganggumu? Katakan padaku akan kubuat dia menyesal telah melakukan itu” raut wajah wiswa mulai beubah serius.”Tenang apabila ada yang mengganggumu katakan saja padaku, aku ada di sini dan akan selalu manjagamu” tanpa disadari tangan Wiswa mulai memegang bahu Agnes.

Perasaan berkecamuk di hari Agnes. Mungkinkah dia benar-benar akan menjagaku? Bagaimana mungkin dia bisa menjagaku ? Jika saja dia ingat kejadian tiga tahun yang lalu itu apakah dia masih akan menjagaku?.Teriakan di dalam hatinya semakin membuat matanya panas, dia tertegun dan mencoba menahan air matanya. Wiswa merasakan perubahan di raut wajah Agnes.

“Kenapa kau tidak menjawabku? dan apakah kau menangis?” Wiswa bertanya dengan ragu.

“Tidak aku tidak apa-apa” Agnes melepas tangan Adit dan meninggalkannya dengan rasa penasaran. Wiswa merasakan hatinya sakit begitu melihat gadis itu pergi dengan tertunduk dan berlari kecil.


Wiswa menatap layar HPnya dengan gelisah, sudah seminggu Agnes tak pernah mengangkat telpon darinya, Agnes juga jarang terlihat di kampus, dis selalu pergi setelah kelasnya usai.”Apa yang terjadi padanya? Apakah aku salah bicara?” Wiswa memutar HPnya sambil menggumam sendiri. Dia mencoba menghubungi Agnes lagi, namunn tetap saja usahanya sia-sia.

“Kenapa kau menghindar dariku?” suara wiswa terdengar keras sehingga semua mahasiswa yang berada di koridor itu menoleh termasuk juga gadis yang membelakanginya. Wiswa menarik lengan 
gadis itu “Ayo ikut aku” sekarang ia sedikit memelankan suaranya.

“Ada apa denganmu.?” Tanya Wiswa pelan namun mantap. Agnes hanya mengaduk pelan lemon tea di depannya dengan tatapan kosong dan tak berkata apa-apa

“Kau juga menjauhiku..” Suara Wiswa mulai terdengar lirih. Agnes menatap mata Wiswa namu tetap tak berkata apa-apa dia sama sekali tak ingin membahasnya saat ini, dia beruntung karena Wiswa tak mendesaknya lagi, dia hanya menunduk.

Tiga puluh menit berlalu mereka hanya diam dan menunduk. Agnes bangkit dan Wiswa mulai menatapnya dengan heran. “Maukah kau antarkan aku pulang.? Aku rasa aku ga enak badan” Agnes mengakhirinya.

“Baiklah..” Wiswa hanya menjawab seadanya.

Wiswa juga berdiri dan melangkah keluar menyusul Agnes. Tepat saat mereka ingin masuk ke dalam mobil terdengar dentuman dari jalanan tepat di depan mereka. Agnes hanya berdiri terpaku, tangannya terkepal, badannya terasa kaku, wajahnya pucat dan dingin. Bayangan masa lalu mulai merasukinya. Wiswa melihat Agnes dengan pandangan menerawang, dia ingat kejadian tiga tahun lalu, dan dia melihat mata itu, dia melihat seorang anak perempuan yang meringkuk dengan ketakutan, wajahnya pun mulai pucat, dia mendekati Agnes yang masih kaku dan tanpa disadari tangan Wiswa berada melingkar di badan Agnes. Wiswa memeluknya. Agnes tak kuasa menahannya dia membiarkan Wiswa memeluknya. Kehangatan menyelubungi tubuhnya dia merasa terlindungi dalam pelukan Wiswa.

“Maafkan aku..” Wiswa tercekat. “Apapun yang sudah kulakukan aku minta maaf” kali ini Wiswa merasakan tubuhnya bergetar. Mungkinkah aku bisa memaafkannya? Bisakah aku melupakan kejadian dimana orangtuaku harus pergi selamanya?. Agnes bergetar merasakan hatinya sangat sakit. Dia dihadapkan pada pilihan mencintainya atau membencinya. Agnes terlalu mencintai laki-laki ini, laki-laki yang sudah menyebabkan dia kehilangan orang tuanya.

Agnes melepaskan pelukan Wiswa dengan paksa dan berlari menghindari pemandangan yang mengerikan itu. Wiswa mengejarnya. Agnes terus berlari sampai saat ia berbalik dan mendengar teriakan orang-orang disampingnya.

Air matanya terus menetes melihat Wiswa terbaring lemah di ruang UGD, sesaat kemudian dokter keluar dan bertanya “Apakah anda keluarganya..?”. Tanpa berkata-kata Agnes hanya mengangguk 
dan mengumpulkan segenap kekuatannya untuk bertanya “Bagaimana keadaanya..?” suaranya terdengar lirih.

“Tenang saja, saat ini dia hanya butuh istirahat, tak ada luka parah.” Dokter menegaskan. Perasaan lega mulai menjalar di tubuh Agnes.

“Apakah saya boleh menjenguknya.?” Agnes mulai memberanikan diri.

“Tentu saja, dia pasti sangat ingin bertemu dengan anda..” Dokter tersenyum. “Anda yang bernama Agnes kan? Daritadi dia memanggil nama anda sebelum kami suntik bius dan akhirnya dia tertidur..” Dokter menambahkan.


Agnes memegang tangan Wiswa. Tiga Hari sudah mereka menunggu, namun Wiswa belum sadarkan diri juga. Orang tua Wiswa awalnya terlihat khawatir, Agnes menyuruh mereka pulang karena mereka sudah terlihat lelah di usia tuanya.
“Kenapa kau tidak bangun bodoh..?” Agnes tersenyum sambil meteskan air mata. Dia memegang tangan Wiswa sampai dia melihat sebuah benda di saku Wiswa. Agnes mengambilnya. Ternyata sebuah kotak biru kecil seperti kotak cincin. Agnes membuka kotak kecil itu dan melihat sebiah cincin emas putih dengan tulisan “Agnes” di tengahnya. Ada sebuah surat kecil juga disana.
Aku tidak tahu harus berkata apa, kau begitu membingungkan. Kadang-kadang baik dan kadang-kadang mulai menjauhiku lagi. Agnes tersenyum membaca surat itu.
Apapun yang kulakukan aku minta maaf kepadamu, melepas semua keegoisanku dan semua rasa bersalahku aku ingin mengatakan “AKU MENCINTAIMU”. Sekarang Agnes memeluk surat kecil itu dan memkai cincin itu di jarinya yang mungil.

“Aku juga mencintaimu..” dia berbisik kepada Wiswa, dia yakin Wiswa mendengarnya.

Dua bulan telah berlalu, setelah Wiswa keluar dari Rumah Sakit Agnes selalu menemaninya. Dia mulai melupakan kisah masa lalunya. Wiswa juga sudah meminta maaf dan mengakui semua itu karena remnya blong dan tak bisa menghindar. Agnes mulai menatap langit Bali yang mendung setelah berhari-hari hujan, sebuah pelangi melingkar indah member warna di atas langit tersebut.

“Heyy gadis bodoh.. Kau mau terlambat ke kampus..?” Wiswa memanggilnya. Agnes hanya tersenyum.

“Begitukah caramu memperlakukanku setelah kau berjanji menjagaku.? Jemput aku ke sini dan perlakukan aku seperti Ratu” Agnes menggodanya

Wiswa berlari ke arah Agnes, membungkuk dan menjulurkan tangan seperti seorang pangeran yang menjemput putrinya.

“Ayo.. berangkat sang putri”. Agnes bangun dan berjalan dengan tertawa riang.

TAMAT..

Baca Selengkapnya... »»  
 

Follow This Blog

Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.